Dedikasi Pendidikan Penyandang Tunanetra, Raih SATU Indonesia Award 2015
- Asta.co.id
Semarang – Tak pernah terbayangkan dalam benak Tutus Setiawan, akan menjadi tunanetra setelah ia mengalami kecelakaan, dimana kepalanya terbentur tembok sekolah saat masih berusia 8 tahun. Dunia yang awalnya begitu berwarna, tiba-tiba menjadi gelap dan tidak dapat melihat apapun saat ia duduk dibangku kelas 2 SD.
Sempat mengalami masa - masa sulit dalam hidupnya, Tutus akhirnya menemukan semangat dan makna kehidupan yang sebenarnya. Ia tidak mau stigma sebagai penyandang disabilitas dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Sehingga bersama teman temannya ia mendirikan LPT (Lembaga Pemberdayaan Tunanetra).
"Saya mendirikan komunitas ini sejak tahun 2003. Waktu itu saya masih kuliah. Saya melihat permasalahan teman-teman disabilitas tunanetra di Surabaya ini sangat banyak, terutama kami mengalami diskriminasi dalam banyak hal," ujar Tutus seeprti dikutip dari laman astra.co.id
Saat ini Tutus sudah menyelesaikan pendidikan S2-nya di Unesa (Universitas Negeri Surabaya). Untuk mengembangkan LPT, Tutus bersama 4 orang temannya sesama tuna netra, yaitu Sugi Hermanto Atung Yunarto, Tantri Maharani dan Yoto Pribadi terus melakukan pelatihan bagi masyarakat tunanetra.
" Lembaga ini menjadi wadah bagi tunanetra di Surabaya untuk terus belajar dan berlatih meningkatkan kemampuannya agar bisa eksis di masyarakat," imbuhnya.
Tekad besar Tutus, menghantarkannya meraih apressiasi dari astra yaiu SATU Indonesia Award 2015.
" Saya tidak mau ada stigma di masyarakat bahwa penyandang disabilitas tunanetra juga dapat bekerja secara formal. Tidak hanya bekerja di sektor informal seperti tukang pijat, menjadi guru atau pemain musik. Mereka punya potensi lebih untuk berkarier di bidang-bidang yang lebih luas Hasilnya sungguh luar biasa,"lanjutnya.