PLTS Atap di Semarang Jadi Langkah Nyata Percepatan Transisi Energi dan Perbaikan Iklim
Viva Semarang - Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap berkapasitas 1,2 MWp resmi beroperasi di kawasan industri Ungaran, Kabupaten Semarang. Instalasi energi bersih yang dibangun di atas lahan seluas 13.722 m² ini terdiri dari 2.197 modul surya dan mampu memenuhi sekitar 17 persen kebutuhan energi harian pabrik Coca-Cola Europacific Partners Indonesia (CCEP Indonesia). Penggunaan PLTS ini diperkirakan dapat menekan emisi karbon hingga 1.400 ton CO₂ per tahun.
Peresmian dihadiri oleh Bupati Semarang H. Ngesti Nugraha, Asisten Ekonomi dan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah Sujarwanto Dwiatmoko, serta perwakilan dari PT PLN (Persero). Pemerintah daerah menilai langkah ini sebagai bukti nyata kontribusi sektor industri dalam upaya perbaikan iklim dan percepatan transisi menuju energi bersih.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sendiri menargetkan bauran energi terbarukan sebesar 21,32% pada 2025, sebagaimana tercantum dalam Perda No. 12 Tahun 2018 tentang Rencana Umum Energi Daerah (RUED). Hingga 2024, realisasi bauran energi baru terbarukan (EBT) di provinsi ini sudah mencapai 18,33%.
“Asupan energi bersih melalui PLTS seperti ini bukan hanya membantu menurunkan emisi, tetapi juga membuka peluang ekonomi hijau dan memperkuat daya saing industri di daerah,” ujar Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi dalam sambutan yang dibacakan Sujarwanto.
Dengan potensi energi surya mencapai 194.280 MWp, Jawa Tengah dinilai berpeluang besar menjadi pusat pengembangan industri hijau nasional. Penerapan sistem pemantauan digital secara real-time pada PLTS di Semarang juga memungkinkan efisiensi energi yang lebih optimal dan transparan.
Direktur Public Affairs, Communications, and Sustainability CCEP Indonesia, Lucia Karina, menyampaikan bahwa inisiatif PLTS ini merupakan wujud nyata kontribusi dunia usaha terhadap agenda transisi energi terbarukan secara bertahap dan berkelanjutan.
“Melalui PLTS Atap di Pabrik Semarang, kami ingin menunjukkan bahwa transisi energi dapat diimplementasikan secara nyata di tingkat operasional. Dengan dukungan dan kebijakan yang jelas dan tepat serta kolaborasi multipihak, Indonesia dapat terwujudnya industri rendah karbon,” ujarnya.
Selain mengandalkan energi surya, inisiatif efisiensi energi turut diterapkan di lini produksi dan sistem pendingin yang ramah lingkungan. Teknologi ini mampu menekan konsumsi energi hingga 57 persen, sekaligus mengurangi emisi tidak langsung dari kegiatan industri.
Dalam diskusi panel bertajuk “Kolaborasi Multipemangku Kepentingan untuk Pencapaian Target Emisi Indonesia melalui Energi Terbarukan”, para pemangku kepentingan sepakat bahwa pengembangan PLTS merupakan langkah strategis untuk mempercepat transisi energi sekaligus mendukung target pengurangan emisi nasional.
Kehadiran PLTS di Semarang ini menjadi contoh konkret bagaimana kolaborasi antara sektor publik dan industri dapat berkontribusi langsung terhadap agenda global perbaikan iklim dan pembangunan berkelanjutan di Indonesia.