Ngaku Wartawan, 4 Orang Ini Peras Orang Berduit yang Diduga Selingkuh di Hotel
- TJ Sutrisno
Viva Semarang - Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Tengah menggelar konferensi pers terkait kasus pemerasan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang mengaku wartawan.
Dirreskrimum Polda Jateng Kombes Pol Dwi Subagio, mengungkapkan bahwa kelompok yang berjumlah empat orang tersebut menjalankan aksinya dengan mengaku-ngaku sebagai wartawan dari berbagai media nasional terkemuka.
"Kasus ini bermula dari laporan yang diterima oleh pihak kepolisian terkait aktivitas mencurigakan sebuah kelompok yang kerap berada di sekitar hotel-hotel. Modus operandi kelompok ini terbilang sistematis dan terorganisir," kata Dwi Subagio saat Konpers kasus ini di Mapolda Jateng, Jumat (16/5/25).
Ia menambahkan, para pelaku secara aktif melakukan pemantauan terhadap calon korban yang mereka anggap memiliki "urusan tertentu" di hotel. Setelah mengidentifikasi target, para pelaku akan bergerak cepat mengambil dokumentasi berupa foto dan video korban, baik saat berada di dalam hotel maupun ketika meninggalkan lokasi tersebut.
Para pelaku terus membuntuti korban hingga dirasa aman untuk melakukan konfrontasi. Saat itulah, mereka akan mendekati korban dan memperkenalkan diri sebagai wartawan. Dengan nada intimidatif, mereka menakut-nakuti korban dengan ancaman akan menyebarluaskan foto dan video yang telah mereka kumpulkan, yang seringkali berkaitan dengan isu-isu sensitif atau pribadi. Tujuannya untuk memeras sejumlah uang dari korban agar berita tersebut tidak dipublikasikan.
Korban yang merasa khawatir dan malu jika aibnya terbongkar, memilih jalan pintas dengan menuruti permintaan para pelaku dan mentransfer sejumlah uang yang diminta. Namun, aksi kejahatan ini tidak berlangsung selamanya. Berdasarkan laporan dari salah satu korban yang merasa dirugikan, tim dari Polda Jawa Tengah bergerak cepat melakukan penyelidikan.
Puncaknya terjadi pada hari Minggu, 11 Mei 2025. Dalam sebuah operasi yang merupakan bagian dari Operasi Aman Candi 2025, petugas mengamankan keempat pelaku di sebuah rest area yang terletak di jalan tol wilayah Boyolali. Penangkapan ini menjadi akhir dari petualangan kriminal kelompok pemeras berkedok wartawan ini.
Dalam konferensi pers yang digelar lima hari kemudian, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jateng, Kombes Pol Dwi Subagio, memaparkan secara detail identitas para pelaku dan modus operandi yang mereka gunakan.
Empat orang yang berhasil diamankan tersebut adalah Herdiyah Mayandini G, seorang wanita berusia 33 tahun yang diidentifikasi sebagai pentolan atau otak dari kelompok ini. Tiga anggota lainnya adalah pria, yaitu Abraham Marturia Siregar (26 tahun), Kevin Sitinjak (25 tahun), dan Indra Hermawan (30 tahun).
Kelompok ini secara spesifik menyasar korban dari kalangan ekonomi menengah ke atas. Proses pemilihan korban diawali dengan pengamatan terhadap kendaraan yang digunakan dan penampilan calon korban. Setelah itu, mereka akan melakukan penyelidikan lebih lanjut mengenai identitas korban melalui media sosial.
"Setelah mengetahui latar belakang korban dan menemukan indikasi kasus pribadi, seperti perselingkuhan, para pelaku akan mengikuti korban dari penginapan," ujar Kombes Pol Dwi Subagio.
Ia menguraikan bagaimana para pelaku melancarkan aksinya saat korban keluar dari penginapan bersama pasangannya. Mereka akan langsung mencegat korban dan mengaku sebagai wartawan dari media nasional ternama seperti Kompas dan Detik. Padahal, pengakuan tersebut hanyalah kebohongan belaka. Ketika korban meminta untuk melihat kartu identitas kewartawanan, para pelaku hanya dapat menunjukkan kartu pers dari media yang kurang dikenal, seperti Morality News, Mata Bidik, atau Siasat Kota.
"Korban diancam akan diberitakan secara negatif jika tidak memberikan uang tutup mulut yang diminta, bahkan hingga mencapai Rp100 juta," tegas Kombes Pol Dwi Subagio.
Salah satu contoh kasus yang berhasil diungkap oleh pihak kepolisian menunjukkan bahwa para pelaku telah berhasil menerima uang sebesar Rp12 juta dari seorang korban. Kombes Pol Dwi Subagio juga mengungkapkan bahwa korban-korban kelompok ini berasal dari berbagai latar belakang profesi yang dianggap memiliki kemampuan finansial yang cukup.
"Mereka menargetkan anggota dewan, dokter, akademisi, pengusaha, dan masyarakat umum karena dianggap memiliki kapasitas finansial yang tinggi," jelasnya.
Fakta yang lebih mengejutkan terungkap dari hasil penyelidikan lebih lanjut. Kombes Pol Dwi Subagio mengungkapkan bahwa kelompok ini ternyata telah beroperasi sejak tahun 2020 dan memiliki jaringan anggota yang sangat luas, mencapai 175 orang yang tersebar di berbagai daerah, mulai dari Jakarta, Bekasi, hingga Sumatera Utara.
"Kelompok ini bergerak di seluruh wilayah Jawa, meliputi DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, hingga Jawa Timur. Mereka biasanya beroperasi dalam tim yang beranggotakan 10 orang, bahkan ada yang melibatkan hingga 70 orang dalam satu aksi," ungkap Dwi Subagio.
Saat ini, pihak kepolisian masih terus melakukan pendalaman untuk mengungkap identitas sosok yang berada di balik kelompok besar ini serta bagaimana proses perekrutan anggota dilakukan. Langkah ini penting untuk membongkar seluruh jaringan dan mencegah kasus serupa terulang kembali.
Atas perbuatan mereka, keempat pelaku yang berhasil diamankan kini harus mempertanggungjawabkan perbuatan mereka di hadapan hukum. Mereka dijerat dengan Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pemerasan.(TJ)