Keindahan Sejarah Ambarawa Dalam Balutan Kanvas Perupa Se-Indonesia
Viva Semarang – Ambarawa, sebuah kota kecil di Jawa Tengah, menyimpan warisan sejarah yang kaya dan berharga. Banyak tempat bersejarah di Ambarwa seperti Museum Kereta Api Ambarawa, yang dulunya merupakan Stasiun Willem I peninggalan Belanda. Benteng Willem I, benteng peninggalan Belanda yang kini menjadi daya tarik wisata sejarah dan juga Gereja jago atau Gereja Santo Yusuf Ambarawa. Gereja ini dibangun pada masa kolonial Belanda dan menjadi salah satu gereja Katolik tertua di Jawa Tengah.
Selain itu, yang tak kalah indahnya ada Goa Maria Kerep Ambarawa yang merupakan salah satu Goa Maria tua di Indonesia yang merupakan tempat peziarahan umat Kristiani. Tak jauh dari Goa Maria Kerep Ambarawa, terdapat juga salah satu klenteng tertua di Indonesia yaitu Klenteng Hok Tik Bio yang berdiri lebih dari 150 tahun yang lalu.
Untuk tetap melestarikan peninggalan bersejarah ini, ratusan perupa se-Indonesia menuangkan kreasi mereka dalam lomba lukis yang digelar secara dilukis secara On The Spot (OTS) atau langsung di berbagai tempat bersejarah tersebut.
Panitia acara, Simon, mengatakan dalam Painting On The Spot 2 Pelukis Nusantara 2025 tersebut diikuti 280 perupa se-Indonesia. Mereka melukis langsung di lokasi bersejarah guna mengangkat potensi yang ada di lokasi tersebut.
" Kegiatan yang kami gelar pada Jumat(23/5) hingga Minggu (25/5) kemarin bertujuan untuk mengangkat potensi Ambarawa. Kegiatan ini berkaitan dengan tema realis dari heritage Ambarawa itu sendiri. Beberapa melukis di Gereja Jago, Palagan, klenteng dan di GMKA ini. Memang yang dilombakan itu on the spot," ujarnya.
Selain lomba lukis OTS, dalam kegiatan ini juga digelar pameran lukisan yang digelar di taman parkir Goa Maria Kerep Ambarawa. Setidaknya ada 400 lukisan yang dipamerkan. Ratusan lukisan milik perupa se-Indonesia tersebut juga dijual. Tak hanya soal budaya yang ada di Ambarawa, kegiatan lomba melukis tersebut di nilai Simon juga untuk menarik wisatawan.
" Kita juga gelar wayangan. Sehingga memang tidak hanya budaya tapi juga meningkatkan jumlah kunjungan wisata. Ini para perupa dari berbagai daerah ada yang dari Semarang, Madura, Bali,"imbuhnya.
Dwi Marianto,salah satu juri mengatakan bahwa konsep OTS menuntut pelukis untuk hadir langsung di lokasi dan menangkap suasana serta aktivitas masyarakat secara langsung.
" Objek lukisan diambil dari nature, heritage, serta aktivitas warga di sekitar lokasi dan ini yang membuat karya menjadi hidup. Yang istimewa, peserta datang dari berbagai kota, bahkan dari luar Pulau Jawa seperti Bali karena seni rupa menjadi cara untuk memahami kesetaraan dan menyatukan perbedaan,” ujarnya.
Sementara itu salah satu orang tua dari peserta lukis muda Wulan Warga Getasan mengatakan ini kali pertama anaknya yang bernama Marchelo Bimo kelas 6 sd ini mengikuti lomba lukis. Wulan mengatakan sang anak memilih sendiri Gereja Jago menjadi ide lukisannyan.
"Ikut karena referensi dari guru lukisnya yang juga jadi peserta OTS. Memang anaknya sendiri yang mau melukis Gereja Jago,"kata Wulan.