Kejari Kab. Semarang Sita Uang Korupsi Rp.460 Juta Dan Dikembalikan Ke Negara
Semarang – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Semarang terus melanjutkan perkara dugaan kasus korupsi penyimpangan penyaluran kredit umum dan musiman di BPR BKK Ungaran Cabang Tuntang, Kabupaten Semarang. Dari perkara ini Kejaksaan Negeri Kab. Semarang menyita uang tunai sebesar Rp460 juta dari para tersangka, yang menjadi kerugian negara.
Kepala Kejari Kabupaten Semarang Raden Roro Theresia Tri Widorini mengatakan, dalam kasus dugaan korupsi ini Kejari Kab. Semarang telah menetapkan tersangka yakni Kepala Seksi (Kasi) Pemasaran PT BPR BKK Ungaran Cabang Tuntang, RAN dan seorang debitur atau nasabahnya, S.
Adapun rincian uang tunai yang disita berasal dari para tersangka, yakni Rp410 juta dari kakak S, yakni SW dan dari saksi T senilai Rp50 juta.
" Pada tahap penyidikan, terdapat penitipan uang tunai sebagai pengembalian kerugian keuangan negara berdasarkan perhitungan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Kemudian uang tunai tersebut dititipkan di BRI Cabang Pembantu Ambarawa,” jelas Kajari. Kamis(1/2/2024).
Ditambahkan Kajari, Kejari Kabupaten Semarang dalam perkara ini juga menyita dua objek tanah di wilayah Desa Lerep, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang serta dokumen kendaraan mobil yang dijadikan agunan dari kredit tersebut.
" Sementara total kerugian keuangan negara akibat dugaan tindak pidana korupsi atau kongkalikong tersebut sebesar Rp 900 juta." imbuh Kajari.
Ditambahkan oleh Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Kabupaten Semarang, Putra Riza Akhsa Ginting, pihaknya akan melakukan proses hukum selanjutnya terhadap tersangka untuk jumlah sisa kerugian negara yang belum dikembalikan tersebut.
“Terhadap sisa kerugian negara, artinya ada 440 juta rupiah, saat ini masih dalam proses hukum yang berjalan. Terdapat itikad baik dari keluarga tersangka maupun saksi untuk melakukan pengembalian uang negara,” tambahnya.
Dijelaskan lebih lanjut oleh Putra, proses hukum selanjutnya yaitu Tahap I yang meliputi pemberkasan dan apabila berkas telah lengkap atau P21, pihaknya akan melimpahkan kasus tersebut ke tahap penuntutan di persidangan.
Sebagai informasi tambahan, pada kasus dugaan korupsi tersebut, ditemukan bukti pada tersangka RAN yang tidak sepenuhnya melaksanakan cek kelengkapan dokumen permohonan kredit yang dilakukan S.
Dalam dokumen itu, tidak termuat adanya informasi penghasilan, pekerjaan, catatan pinjaman bank lain, serta legalitas berkas-berkas permohonan S.
“ Hal itu menyalahi Keputusan Direksi PD BPR BKK Ungaran di mana harus memastikan bahwa persyaratan administratif permohonan kredit lengkap dan dokumen kredit lebih diikat sempurna,” jelasnya.
Putra mengatakan bahwa tersangka RAN diduga memanipulasi data masing-masing debitur dan melakukan proses kredit tidak sesuai prosedural. Selain itu, permohonan kredit yang diajukan tidak sesuai dengan peruntukkannya.
“Terdapat penyalahgunaan baik dari pos awal hingga pencairan proses kredit tersebut,” terangnya.
Dalam perkara ini pasal primair yang disangkakan kepada para tersangka adalah Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang RI Nomor : 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-undang RI Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Jo pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Untuk pasal subsidiair yang menyertai adalah Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang RI Nomor : 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-undang RI Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Jo pasal 64 Ayat (1) KUHP.