Seru, Tradisi Gebyuran Perang Air Sambut Ramadhan di Kampung Bustaman Semarang

Tradisi Gebyuran jelang Ramadhan di Semarang.
Sumber :
  • TJ Sutrisno

Viva Semarang – Tiap daerah punya tradisi dalam menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. Selain Padusan atau mandi di sumber air alami sebagai simbol bersih-bersih, ada juga tradisi gebyuran.

Berkah Ramadhan, PTPN I Santuni 150 Anak Yatim Di Area Perkebunan

Nah, untuk yang gebyuran ini adalah tradisi padusan yang dikemas berbeda di Kampung Bustaman Kota Semarang. Karena tak ada mata air seperti di desa, maka membuat tradisi unik dengan nama gebyuran. Mereka mandi dengan saling gebyur atau saling siram antar warga.

Serunya, ada juga perang air untuk saling membasahi. Tiap warga sudah menyiapkan puluhan plastik berisi air. Nah bungkusan inilah yang dipakai untuk perang air.

4 Kuliner Nasi Kebuli Khas Arab di Semarang, Cocok Untuk Berbuka Puasa

Tradisi gebyuran di Kampung Bustaman Kota Semarang digelar selama beberapa hari, yang diisi dengan berbagai acara pentas seni budaya. Dan puncaknya pada dua hari menjelang Ramadhan 2024, yaitu gebyuran dan perang air.

Pada puncak acara tersebut seluruh warga berkumpul di gang kecil. Ada beberapa kelompok yang masing-masing menempat ujung gang. Mereka mencorang-coreng wajah dengan bedak dari tepung beras dicampur kencur atau bedak adem. Lalu diberi warna warni.

Mantap! Zakat ASN Pemprov Jateng Ditarget Capai Rp100 Miliar Tahun Ini

Menurut tokoh pemuda Kampung Bustaman, coreng wajah ini merupakan simbol bahwa manusia itu kotor karena kadang berbuat salah sengaja maupun tak sengaja. Maka sebelum masuk bulan suci Ramadhan harus bersih-bersih dengan cara gebyuran.

"Sebagai anak muda di sini, kami meneruskan tradisi ini yang sejak dulu sudah dijalankan para sesepuh agama Kampung Bustaman, agar bersih - bersih sebelum masuknya bulan Ramadhan," jelas Rizal Pelok, tokoh pemuda Kampung Bustaman, Sabtu (9/3/24).

Ia menceritakan, tradisi gebyuran sudah berlangsung ratusan tahun. Dulu digelar dengan cara gebyuran biasa di dekat mushola dan di rumah masing-masing. Kemudian sekarang dikemas dengan ramai sebagai simbol kegembiraan dalam menyambut bulan puasa yang sangat ditunggu-tunggu umat muslim.

Kegembiraan itu benar-benar terasa di Kampung Bustaman saat perang air. Warga terutama anak-anak dan remaja saling lempar air dalam plastik hingga basah kuyup. Mereka yang berusaha sembunyi, diburu hinggga benar-benar merasakan basah-basahan.

Setelah perang air tuntas, maka warga pun melanjutkan gebyuran dengan mandi di mushola maupun di rumah masing-masing. Mereka kemudian berkumpul di gang dan melanjutkan acara dengan makan bersama dengan lauk gule kambing yang merupakan kuliner khas Kampung Bustaman.(TJ)