FWPJT Gelar Diskusi Menarik Tentang Demo Rusuh atau Perusuh Demo
- TJ Sutrisno
“Polisi bekerja dalam koridor hukum dan HAM. Yang penting, baik petugas maupun peserta aksi harus menjunjung prinsip saling menghormati. Kebebasan berpendapat harus dihormati, tapi tidak boleh disalahgunakan. Jika aksi berujung rusuh, itu justru mencederai tujuan awal,” kata Supriyadi.
Sementara itu, pegiat Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Jawa Tengah, Syaiful Arifin, menilai bahwa gelombang demonstrasi yang terjadi belakangan ini merupakan kombinasi antara frustrasi publik dan derasnya arus disinformasi di media sosial.
“Kerusuhan itu adalah akumulasi kekecewaan terhadap kondisi ekonomi, kenaikan pajak, dan lambatnya respons pemerintah. Lalu muncul pihak yang menunggangi lewat arus disinformasi,” papar Syaiful, yang juga seorang jurnalis.
Menurut Syaiful, Mafindo telah memetakan berbagai konten yang beredar menjelang aksi demonstrasi. Konten-konten hoaks tersebut tumbuh pesat di media sosial seperti TikTok, Instagram, YouTube, dan Facebook.
“TikTok paling dominan karena lintas usia dan paling mudah menyebar. Anak muda paling rentan,” jelasnya.
Pembicara dari kepolisian, hadir Kabag Wasidik Ditreskrimum Polda Jateng, AKBP Prawoto. Ia menegaskan bahwa demonstrasi masif di Jateng sudah melewati batas penyampaian aspirasi dan menjurus pada tindakan kerusuhan.
Ia juga menanggapi soal sejumlah peserta aksi yang ditangkap. Menurutnya, tindakan itu bukan karena petugas melawan masyarakat, melainkan upaya menjaga agar situasi tetap kondusif.