Ratusan Warga Gelar Tradisi Ruwatan 1 Suro

Tradisi 1 Muharram Di Kampung Sidomulyo, Kab. Semarang
Sumber :

SemarangRatusan warga Sidomulyo, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang menggelar tradisi perayaan 1 Muharram 1445 Hijriyah atau dalam tradisi jawa disebut Satu Suro. Tradisi yang sudah dilakukan sejak seratusan tahun lalu ini tetap dijaga oleh masyarkat Sidomulyo sebagai ungkapan syukur dan untuk mengusir keburukan serta mengharap kesejahteraan bagi warga saat memasuki tahun baru Islam.

 
Menurut pengurus RW 02 Sidomulyo, tradisi Suronan yang digelar warga diwujudkan dengan menggelar doa bersama dan makan bersama yang dilangsungkan disepanjang jalan di lingkungan Sidomulyo.  
 
Sebelum makan bersama/ sesepuh warga memimpin pelaksanaan doa bersama yang dipimpin oleh mudin dan empat orang perangkat desa setempat, keempat perangkat desa itu melantunkan azan dan menghadap ke masing-masing penjuru yakni utara, selatan, timur dan barat, sedangkan warga lain duduk di trotoar dan mengikuti prosesi tersebut.
 
 “ Tradisi ruwatan ini merupakan tradisi yang sudah dilakukan turun temurun di wilayah Sidomulyo dan warga sangat antusias sekali,” ungkap Sugiyono.
 
Dalam ruwatan ini, masyarakat membawa sendiri makanan yang akan dimakan bersama sama. Salah satu makanan yang wajib ada yaitu ketupat. Sebelum makan bersama, sesepuh (orang yang dituakan dalam sebuah lingkungan) mengajak warga untuk bersama sama berdoa dengan dipimpin oleh mudin dan empat orang perangkat desa setempat.  
 
“ Keempat perangkat desa itu melantunkan azan dan menghadap ke masing-masing penjuru mata angin yakni utara, selatan, timur dan barat. Sementara warga lain duduk di jalan dan trotoar, mengikuti prosesi doa hingga selesai,” imbuhnya.
 
Tujuan ruwatan yang digelar warga dalam 1 Muharram ini untuk menghindarkan warga masyarakat dari hal hal buruk dan memohon agar masyarakat diberikan keselamatan serta kelimpahan rejeki.
 
“ Ruwatan ini untuk mengusir hal hal buruk warga. Biar rejekinya bagus, biar sengkolonya(hal hal buruk) itu pergi. Dan memang budayanya seperti itu,” lanjutnya.
 
Setelah doa bersama selesai dilaukan, warga kemudian bersama sama menyantap aneka makanan yang dibawa dari rumah. Aneka masakan ini bermacam macam jenisnya namun ada satu makanan yang wajib yaitu ketupat.
 
“ Setelah doa selesai kita makan ramai ramai. Hampir semua warga bawa masakan masing masing. Dan ini juga dibagi bagikan ke warga yang lain, jadi tidak harus makan makanan yang dibawa sendiri, tapi juga bisa makan yang dibawa oleh tetangga,” pungkasnya.
Pemkot Semarang Pastikan Sistem Data PPDB 2024 Aman dari Ancaman Peretasan