Mengenal Pentingnya Greenflation yang Disebut Mahfud MD Pertanyaan Recehan

Debat Cawapres Pilpres 2024.
Sumber :
  • Istimewa

Viva SemarangDebat Cawapres sesi 2 berlangsung pada malam Minggu, tanggal 20 Januari 2024 malam. Debat berjalan seru dengan masing-masing cawapres melontarkan gagasan dan kritikan. Ada banyak momen yang meramaikan debat.

3 Paslon Walikota Salatiga Adu Visi Misi Dalam Debat Cawalkot Salatiga

Salah satunya saat cawapres 02 Gibran Rakabuming Raka bertanya kepada cawapres 03 Mahfud MD terkait greenflation atau inflasi hijau.

Moderator sempat meminta Gibran untuk memperjelas istilah yang disampaikan sehingga pertanyaannya bisa dicerna. Mahfud MD pun menilai pertanyaan Gibran sebagai tebak-tebakan recehan dan tak perlu dijawab.

Tak Hadiri Pelantikan Presiden Prabowo, Kemana Luhut Pandjaitan?

Lalu apa itu greenflation yang kini menjadi istilah yang viral pasca debat.

Menurut laman COBS Insights yang dikutip pada Senin (22/12024), inflasi hijau merujuk pada peningkatan harga barang dan jasa sebagai akibat dari peralihan ekonomi saat ini menuju ekonomi yang lebih ramah lingkungan atau ekonomi net-zero.

Dua Orang Tenggelam di Waduk Jatibarang Semarang

Fenomena inflasi hijau ini muncul ketika banyak negara, termasuk pemerintah dan sektor bisnis, mulai menerapkan teknologi yang berkelanjutan, khususnya dalam konteks ekonomi hijau secara umum. Inflasi hijau ini kemungkinan besar akan berlangsung dalam jangka waktu yang panjang seiring dengan upaya global untuk memenuhi komitmen terhadap perlindungan lingkungan.

Salah satu aspek yang memengaruhi inflasi hijau adalah kebutuhan akan logam dasar dan mineral tertentu yang digunakan dalam teknologi ramah lingkungan. Contohnya adalah logam seperti tembaga, litium, dan kobalt. Permintaan akan logam-logam ini dalam teknologi berkelanjutan jauh lebih besar dibandingkan dengan teknologi yang tidak ramah lingkungan.

Contohnya bisa dilihat pada perbandingan kendaraan listrik yang memerlukan lebih banyak mineral dibandingkan dengan kendaraan konvensional, atau pembangkit listrik tenaga angin lepas pantai yang memerlukan ketersediaan tembaga dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan pembangkit listrik tenaga gas.

Kenaikan harga logam dasar dan mineral ini terjadi karena permintaan yang tinggi tidak diimbangi dengan peningkatan pasokan yang memadai. Dalam upaya untuk meningkatkan pasokan, seringkali diperlukan waktu yang cukup lama, yaitu antara lima hingga sepuluh tahun untuk mengembangkan tambang baru.

Sebagai contoh, terjadi lonjakan harga yang signifikan pada litium, di mana harga litium meningkat sebanyak 1.000 persen antara tahun 2020 dan 2022. Masalah greenflation menjadi penting bagi Indonesia karena negara ini juga tengah mendorong transisi hijau, sejalan dengan target untuk mencapai emisi bersih pada tahun 2060. Salah satu fokus utama dalam upaya ini adalah mendorong penggunaan sumber energi hijau.

Program unggulannya adalah menghentikan penggunaan pembangkit listrik tenaga fosil dan menggantinya dengan pembangkit listrik berbasis sumber energi hijau, seperti pembangkit listrik tenaga surya. Hal ini menjadikan isu greenflation di Indonesia sangat relevan, karena salah satu dampak yang mungkin timbul dari penggunaan energi hijau adalah inflasi karena kenaikan harga bahan bakar fosil sebagai salah satu upaya mereduksi penggunaan bahan bakar fosil.(TJ)