Profesor Unissula Semarang Sebut Kenaikan PBB 250 Persen di Pati Legal Tapi Minim Rasa Keadilan

Prof. Dr. Jawade Hafidz.
Sumber :
  • TJ Sutrisno

Lebih lanjut, Prof. Jawade menyarankan agar pemerintah daerah membuka ruang evaluasi dan koreksi terhadap kebijakan ini, khususnya dengan memberikan skema keringanan, pengurangan, atau penundaan bagi kelompok rentan seperti petani, nelayan, buruh, dan pelaku UMKM.

Program Lansia Sumringah, 160 Warga Lanjut Usia Terima Santunan Yayasan Badan Wakaf Sultan Agung Semarang

“Pajak adalah instrumen keadilan dan pembangunan. Tapi ketika pajak ditetapkan tanpa memperhatikan daya tahan ekonomi masyarakat, maka bukan hanya protes yang muncul, tapi bisa jadi kehilangan legitimasi moral,” tegasnya.

Ia juga mengingatkan agar pemerintah mengutamakan transparansi dalam penggunaan dana pajak tersebut agar kepercayaan publik tidak hilang. Proyek infrastruktur dan revitalisasi rumah sakit memang penting, tetapi harus dijalankan dengan prinsip akuntabilitas yang tinggi.

Jateng Realisasikan Pendapatan Pajak Rp3,77 Triliun

Sementara itu, pihak Pemkab Pati belum memberikan tanggapan resmi terkait tuntutan demonstran maupun desakan dari akademisi untuk mengevaluasi kebijakan tersebut.

Kenaikan tarif PBB-P2 di Pati menjadi cermin dinamika hubungan antara hukum, kebijakan fiskal, dan keadilan sosial. Kebijakan publik yang tidak menyentuh realitas sosial bisa kehilangan ruhnya, meski kuat secara hukum. Pendekatan humanistik dan partisipatif menjadi keniscayaan bagi pemerintah daerah dalam menetapkan setiap kebijakan yang menyentuh langsung kepentingan masyarakat.

Pemkot Semarang Gratiskan Pajak PBB Tahun Ini, Cek Besaran NJOP yang Bisa Dapat PBB Gratis