Tipikor Jatuhi Hukuman Terdakwa Kasus Dana Hibah KONI Kudus, Penasehat Hukum Ajukan Banding
- Dok
Viva Semarang – Pengadilan Tipikor Semarang menjatuhkan hukuman kepada mantan Ketua KONI Kabupaten Kudus, Imam Triyanto dalam kasus korupsi dana hibah KONI tahun 2021-2023.
Terdakwa Imam divonis bersalah melakukan tindak pidana korupsi dana hibah KONI Kabupaten Kudus, pada sidang yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (25/9/2024).
Pada sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Semarang Siti Insirah tersebut, majelis hakim memvonis terdakwa Imam dengan hukuman selama enam tahun penjara. Putusan hakim itu sama dengan tuntutan jaksa Kejari Kudus Dwi Kurnianto.
Selain itu, Imam juga dikenakan denda Rp 300 juta setara tiga bulan kurungan.
Terdakwa Imam juga dibebani membayar uang pengganti sebesar 2,3 miliar.
Atas hukuman itu, tim pembela atau penasehat hukum terdakwa, Aksin SH akan mengajukan banding. Langkah hukum itu ditempuh karena putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang, dinilai telah mencederai rasa keadilan.
"Putusan itu sangat tidak adil, kami akan menempuh upaya hukum banding. Berkas memori banding akan kami serahkan Senin ke Pengadilan Tinggi Semarang," kata Akhsin SH, kuasa hukum Imam Triyanto, Jumat (27/9/24).
Akhsin merasa putusan itu tidak adil untuk kliennya.
"Kami melihat majelis hakim tidak melihat fakta-fakta persidangan dalam memutuskan perkara klien kami. Mengenai kerugian negara sebesar Rp 2,3 miliar, itu hanya dugaan, dan tentu harus dibuktikan dalam persidangan.
Menurutnya, Badan Pemeriksaan Keuangan sebagai lembaga resmi negara, dalam perhitungan kerugian negara tidak di-declare (dinyatakan-red) negara mengalami kerugian sebesar itu.
Pihaknya berharap pihak penegak hukum baik Kejaksaan Agung, Kejati Jateng, Kejari Kudus bisa mengungkap kasus dana hibah KONI Kudus bisa diungkap tuntas semuanya. Karena hingga saat ini hanya satu terdakwa yang diajukan ke meja hijau.
"Kepada aparat penegak hukum di Kudus dalam hal ini Kejaksaan untuk menuntaskan masalah ini. Jangan hanya satu orang. Kebijakan-kebijakan ini melibatkan siapa saja, ini mesti diurut dan dituntaskan. Sehingga hukum tidak menjadi rasa pesanan. Kalau ada dugaan misalnya ada oknum-oknum pejabat, misalnya dari kepala daerah, anggota DPRD, yang ada keterlibatannya baik itu dalam proses, perencanaan, penggunaan, ya ini harus diusut tuntas," tegasnya lagi.